Gunung Kembang. Banyak yang menyebutnya anak dari gunung
Sindoro. Ya, karena letaknya persis di sebelah gunung Sindoro, dengan ukuran
yang lebih kecil. Itulah target perjalanan kami berikutnya.
Selepas Dhuhur kami bersiap meluncur. Sejumpa kami dengan
Heru kawan kami, meskipun dia tak serta dipimpinlah doa mengawali perjalanan
kami bertujuh. Kami pun lantas menuju meeting point kedua, Batur.
Baca Juga : Berkawan Baru di gunung Prau
Di meeting point dua kami menanti seorang Nurya yang akan
turut serta. Sembari menanti kami bersantap nasi yang telah dibeli sedari tadi
oleh rekan kami Hana dan Hani.
Nurya terlihat, formasi lengkap, kamipun berangkat. Dan
tibalah kami di basecamp pukul empat. Sambutan manis dari basecamp gunung
Kembang via Blembem berupa gerimis.
Sedikit melepas penat kami beristirahat. Perlengkapan dan sediaan konsumsi kami diperiksa dengan teliti. Hingga kami siap registrasi dan membayar simaksi. Gerimis tadi petang menjelma hujan yang menantang. Ya sudah, kami nanti magrib menjelang.
Sebelum pukul setengah tujuh berlalu kami awali pendakian,
berdoa bersama tuk lancar perjalanan, dan selamat hingga pulang kami pun mulai
berjalan.
Pelan kami berjalan, menembus kabut selagi malam belum
larut. Pos 1 Istana Katak, terlewat tanpa terlihat. Pos 2 Gerbang 290 kami
singgah sebelum memasuki hutan yang basah. Pos Liliput, Pos Simpang Tiga, dan
Pos Akar, kami lewati dengan berkian kali berhenti. Pos Sabana, deru angin
mulai membahana. Badai gunung kembang telah datang.
Kami masih melangkah lagi, selangkah-demi selangkah. Deru
angin kian kencang, di tengah sabana yang kian sedikit pohon untuk berpegang,
kami putuskan tuk segera membangun perlindungan. Sembari mendaki kami mencari
di kanan dan kiri, dan akhirnya kami temui. Tempat yang cukup lapang, untuk
mendirikan dua tenda, gugusan rumput diatasnya sekiranya dapat sedikit
melindungi kami dari badai. Namun kami hanya mendirikan satu tenda. Untuk
berlindung kaum hawa. Sementara untuk para pria, mendirikan tenda justru
beresiko untuk sang tenda itu sendiri. Kami pun sepakat untuk tidur beralaskan
matras beratapkan langit saja. Sementara Nurya membuat biliknya sendiri,
diantara semak, namun justru dia yang paling nyaman.
Malam kami lalui, dengan suara badai yang mengintimidasi.
Tak nyenyak. Sebatang pohon yang hanya sepelukan telapak tangan, turut menjadi beban
pikiran. Angin kencang membuatnya bergoyang, yang kami khawatirkan jika pohon
tersebut tak mampu bertahan, sementara sebagian dari kami tak lelap dibawahnya.
Pagi menjelang. Meski belum mencapai puncak tapi kami
beruntung dapat menyaksikan sunrise dari tempat kami bertenda. Badai belum
reda, namun terbitnya mentari memberi sedikit rasa lega. Aku bersandar pada
pohon yang dari semalam terus bergoyang, rasanya seperti naik odong-odong,
padahal aku tak tahu rasanya naik odong-odong.
Perlengkapan tidur kami kemasi, kami masukkan ke dalam tenda
yang masih berdiri, dan kami kembali mendaki. Ternyata tak berlama kami
mendaki, di puncak Kembang kami pijakkan kaki. Memang puncak sedang menyapa
badai, kami tak mampu berdiri dengan santai. Butuh perjuangan tuk mengabadikan
momen yang kan jadi kenangan.
Hampir satu jam kami bertahan, dengan badai kami berkawan, Sindoro
dan lautan awan, tak bosan jadi sasaran pandang, rasanya tak ingin pulang. Turun.
Kembali ke tempat kami berlelap semalam. Bersiap kami pulang, tak satu sampah
kami tinggalkan. Turun.
Jalan menurun dan berdebu kami lalui, beruntung ada tali
yang terpasang di beberapa titik membantui. Kembali kami memasuki hutan. Deru
badai masih sesekali terdengar. Ternyata perut kami lapar.
Berkali kami berhenti, pelan sajalah, sembari mencarilah
kami tempat ideal tuk memasak, karena badai dari semalam membuat kami tak
berani menyalakan api, terlalu beresiko.
Baca Juga : @Lawu
Sebertemunya kami dengan tempat yang nyaman, kami persiapkan
peralatan. Kompor gas beraksi, memanaskan air dalam panci. Mi instan, nugget
dan sosis menu andalan kami. Perut kami terpuaskan dengan menu instan. Tak lupa
Gega Coffe yang turut nangkring dalam daftar bekal, salah satu kopi terbaik
Jawa Tengah.
Kenyang, kembali kami bersiap melanjutkan perjalanan, tak
lupa kami periksa lokasi sebelum beranjak, memastikan tak ada sampah terserak.
Hutan terlalui, hamparan kebun teh menyambut kami. Lelah
yang telah hinggap, membuat kami berkali istirahat. Terbayang di benak kami,
nyamannya jika ada angkutan lewat di dapan kami. Hingga tak berasa sampailah
kami di Pos Istana Katak. Beristirahat kembali. Tak berlama kami disana,
terlihatlah sosok Tayo mendekat. Tayo adalah sebutan untuk sebuah truk
evakuasi. Fasilitas milik basecamp Blembem, untuk membantu kami pendaki yang
kelelahan dalam perjalanan turun. Kami pun sepakat memanfaatkan fasilitas
tersebut. Pun beberapa pendaki lain yang turut bersama.
Alhamdulillah kami sampai di basecamp, sekejap melepas
lelah, membersihkan wajah, menyeruput segelas teh hangat yang dipesankan oleh
Utami, mengembalikan peralatan yang terpinjam, saatnya perhitungan. Menghitung
jumlah sampah yang kami bawa turun, tak boleh berkurang suatu apapun.
Selesai. Kami kembali pulang ke rumah masing-masing. Membawa
kisah tentang badai yang menghadang di gunung Kembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar